Jumat, 21 Juni 2013

Tradisi Unik Yang Ada Di Sesetan

Denpasar – Setelah Perayaan Nyepi ada tradsisi yang unik di Pulau Dewata yakni, tradisi omed-omedan. Penglisngsir Puri Oka, I Gusti Ngurah Oka Putra menjelaskan, omed-omedan merupakan tradisi dan budaya unik yang ada di Banjar Kaja Sesetan, Denpasar. jauh ada sebelum zaman penjajahan dan diwarisi turun


“Di samping memiliki nilai kebersamaan, tradisi ini diyakini memiliki nilai sakral karena terkait dengan sesuhunan (dewa yang dipuja) di Pura Banjar,” ujar Ngurah Oka.
Masih menurut Ngurah Oka, tradisi ini merupakan luapan kebahagiaan anak-anak muda saat Ngambek Geni. Satu ketika, tradisi ini pernah ditiadakan. “Terjadi pertarungan dua ekor babi yang asal muasalnya tidak jelas siapa pemiliknya. Setelah ditempuh cara spiritual dan mapinunas (permintaan) saat Pujawali di Banjar Kaja itu adalah kehendak sesuhunan yang harus diteruskan pelaksanaannya,” jelas Ngurah Oka.
 “Tiap tahunnya digelar tiap penanggal kaping siki sasih kedasa dikenal dengan Ngembak Geni (sehari setelah Nyepi). Omed-omedan adalah tarik menarik. Kami menolak keras omed-omendan identik dengan cium-ciuman,” jelas dia.
Tradisi omed-omedan, sambung Ngurah Oka memiliki beberapa fungsi, di antaranya adalah penghormatan terhadap leluhur, memupuk rasa kesetiakawanan dalam kerangka saling asah, asih dan asuh. “Juga menjaga keharmonisan hubungan sesuai dengan norma yang berlaku, membangun solidaritas dan persatuan masyarakat dalam situasu suka suka, unsur hiburan dan ekonomis,” terang Ngurah Oka.
Sementara Wali Kota Denpasar, Ida Bagus Rai Dharma Wijaya Mantra mengaku omed-omedan sudah menjadi ikon mendunia sebagai tujuan pariwisata. “Ini adalah tradisi adat dan budaya untuk mendukung atraksi wisata,” imbuh Rai Mantra.
Omed-omedan merupakan tradisi yang dilakoni anak-anak muda. Remaja perempuan dan lelaki berbaris satu barisan yang saling berhadap-hadapan. Dari barisan lelaki dan perempuan, yang akan melakukan ritual omed-omedan akan digendong. Keduanya lalu dipertemukan. Mereka berciuman. Ciuman mereka terhenti ketika para tetua adat membunyikan pluit dan menyiramkan air. (MB-SRB)







Lukisan Bali Yang Harga Jualnya tinggi


DARI NYOMAN GUNARSA SAMPAI ANTONIO BLANCO
Kenal lukisan “Mona Lisa”? Kenal dong, itu kan karya Leonardo da Vinci. Tahu “Sun Flower”nya Van Gogh? Ya iyalah, lukisan itu dibuat tahun 1888 di Arles, Perancis. Pernah melihat “The Nightwatch” karya Rembrandt? So pasti, itu lukisan paling terkenal! Kalau lukisan “Legong Dancers” milik I Nyoman Gunarsa? Mmm … sebentar, kayaknya pernah dengar sih. Suka lukisan I Gusti Nyoman Lempad? Waduh, siapa tuh …?
Ada kalanya kita begitu akrab dengan lukisan hasil karya bangsa Barat, tapi kurang mengenal pelukis-pelukis hebat bangsa kita sendiri, apalagi mengapresiasi lukisan-lukisan mereka. Sebelum menjelajah ke seluruh Nusantara, kita berkenalan dengan pelukis-pelukis Bali dulu yuuk …
I Nyoman Gunarsa adalah salah satu pelukis hebat yang lahir di Klungkung pada 15 April 1944. Ia memperoleh pendidikan seni di ASRI (Akademi seni Rupa Indonesia) Yogyakarta. Di Yogya pula, Nyoman Gunarsa mendirikan museum seni, yang mulai dibangun pada tahun 1987 dan diresmikan pada 31 Maret 1989 oleh Claire Wolfowitz, isteri Dubes Amerika untuk Indonesia pada waktu itu, Paul Wolfowitz. Saat ini Nyoman Gunarsa tinggal di Bali, dan masih terus melukis.

Mengagumi lukisan Nyoman Gunarsa di sebuah gallery seni di Ubud, Bali.

“Saya melukis garis sebagaimana saya bernyanyi, dan saya meletakkan warna sebagaimana saya menari” demikian kata Nyoman Gunarsa. Hasil karyanya memperlihatkan kebebasan, baik dalam garis maupun warna. Lukisan-lukisan Gunarsa sudah beredar di balai-balai lelang seni di luar negri, dan memperoleh harga yang sangat tinggi. Saya jatuh cinta pada lukisan di atas, tapi patah hati dengan harganya yang mencapai 100 juta rupiah …
Bali, khususnya Ubud, memang tempat kelahiran para pelukis besar. Keindahan alam Bali yang luar biasa juga telah memikat banyak pelukis asing untuk melupakan negeri kelahirannya dan menetap di Pulau Dewata. Don Antonio Blanco adalah salah satunya. Pelukis kelahiran Spanyol tahun 1911 ini sangat piawai melukiskan keindahan wanita. Model yang dipakai adalah isterinya sendiri, Ni Ronji, dan anak sulungnya, Tjempaka Blanco. Blanco meninggal tahun 1999 dalam usia 88 tahun, dan jenazahnya di’aben’ dengan upacara Hindu Bali. Putranya, Made mario Blanco meneruskan jejak sang ayah menjadi pelukis, sekarang tinggal di rumah sekaligus museum Antonio Blanco di Ubud.


Lukisan diri Antonio Blanco ketika masih muda
Selain Antonio Blanco, salah seorang pelukis Barat yang juga menjadi ‘orang Bali’ adalah Le Majeur. Pelukis asal Perancis ini juga beristrikan wanita Bali, bernama Ni Polok. Kisah hidup Ni Polok yang mengharukan, bagaimana ia ditempa oleh Le Majeur dari seorang gadis desa yang buta huruf menjadi wanita Bali yang ulet, ditulis oleh Yati Maryati Wiharja sekitar tahun 1980an. Sama seperti Blanco, Le Majeur juga menjadikan Ni Polok sebagai model lukisannya. Mengharukan membaca bagaimana Ni Polok harus berbaring berjam-jam di pasir yang panas tanpa pakaian ketika menjadi model lukisan suaminya, tanpa sedikitpun berani bergerak apalagi protes …
I Gusti Nyoman Lempad, pelukis legendaris Bali yang dilahirkan di Bedahulu tahun 1862 ini juga dikenal sebagai ‘undagi’ (perencana bangunan tradisional) dan ‘sangging’ (pembuat perangkat untuk upacara ngaben). Tahun 1970 ia mendapatkan Anugerah Seni dalam bidang seni lukis dari Pemerintah Indonesia, dan pada tahun 1982 menerima penghargaan Dharma Kusuma dari Pemda Bali.

Lukisan I Gusti Nyoman Lempad
Selain pelukis-pelukis besar di atas, masih banyak pelukis-pelukis Bali yang karyanya sangat indah. Made Wianta adalah salah satu pelukis generasi sekarang yang karyanya menjulang di jagat seni lukis.
Berkeliling gallery lukisan di Bali benar-benar wisata mata dan wisata nurani yang menghanyutkan. Sayangnya, setiap lukisan yang saya taksir selalu berharga di atas 50 juta (aduhai!), sehingga akhirnya saya cukup puas dengan menikmati saja lukisan-lukisan indah itu, tidak berani lagi bertanya berapa harganya …
Tetapi sebenarnya — sebagaimana saya tulis di depan — harga lukisan sangat relatif, dan tidak ada standarnya. Kalau kita benar-benar menyukai sebuah lukisan, dan sang pelukis memiliki ‘chemistry’ kepada kita (maksudnya ‘sreg’ kepada kita), dia bisa saja menurunkan harga lukisan atau bahkan memberikannya secara cuma-cuma kepada kita. Yah, persis seperti kakak saya, yang karena saya tidak mau membeli anthuriumnya, akhirnya malah memberikan 4 pot anthurium dan aglaonema kepada saya (baca Gelombang Cinta, Mahal Tiada Tara
Di sebuah galeri, saya jatuh cinta pada sebuah lukisan penari bali karya Made Wianta, tapi ya itu tadi … harganya 60 juta. Jelas saya langsung mengkeret. Staf galeri, melihat saya benar-benar berminat, menanyakan berapa harga yang bersedia saya bayar. Dia akan menelepon Wianta, siapa tahu Wianta mau melepaskan lukisannya. Laah … saya tetap saja tidak bisa menyebutkan angka. Harga 60 juta, mau saya tawar berapa? Masak saya bilang 6 juta? Nanti Wianta malah tersinggung, kan? Waktu itu saya belum tahu, kalau Wianta adalah salah satu pelukis papan atas yang harga lukisannya bisa di atas 100 juta. Nyesel juga saya tidak mau menemui Wianta sendiri. Siapa tahu, setelah bertemu, dia malah menghadiahkan lukisan itu kepada saya …. Olala!


Lukisan beraliran impressionisme ini harganya Rp. 70 juta rupiah. Tapi memang luar biasa bagus, dan ukurannya cukup besar, sekitar 2 x 1,5 meter

Tidak semua lukisan Bali mahal. Lukisan tradisional seperti ini bisa diperoleh dengan harga beberapa ratus ribu rupiah saja.

Mengamati lukisan-lukisan yang dipajang di sebuah gallery seni di Ubud.

Kamis, 20 Juni 2013

Hari Raya Nyepi

Ogoh-ogoh, Simbol Bhuta Kala Menjelang Nyepi
image

imagehttp://www.pandebaik.com/wp-content/uploads/2013/03/Br-Kedaton-Sumerta.jpg
http://www.pandebaik.com/wp-content/uploads/2013/03/wpid-rps20130307_162952.jpgimage
Sehari sebelum Nyepi, masyarakat Hindu khususnya di Bali, melaksanakan tradisi pengrupukan. Tradisi ini semacam prosesi mengembalikan bhuta kala ke asalnya. Menurut kepercayaan, mereka dibangunkan dengan alat-alat, umumnya obor; api saprakpak, sembur meswi, bunyi-bunyian kentongan yang dibawa mengelilingi seisi rumah. Sementara itu, berwujud ogoh-ogoh, sang “bhuta kala” lalu diarak menuju catus pata, perempatan.
Pawai ogoh-ogoh

Tempat Pariwisata Yang Ada Di Bali

Pantai Balangan


Wilayah pesisir di sepanjang jalur Pecatu – Uluwatu merupakan kawasan pantai berpasir putih yang tersembunyi terhalang oleh tebing-tebing yang menjulang tinggi yang menjadi ciri khas eksotisme pantai di wilayah ini. Ombak yang besar merupakan surga bagi penghobi selancar dan pantai-pantai ini selalu dikunjungi oleh peselancar dari seluruh penjuru dunia. Deretan pantai bertebing ini dimulai dari Pantai Balangan, diteruskan dengan Pantai Dreamland, Pantai Labuan Sait (Padang-padang), Pantai Suluban, hingga Pantai Uluwatu yang paling ujung.

Pantai Balangan dapat ditempuh melalui perjalanan melewati kawasan Garuda Wisnu Kencana (GWK) pada simpang empat belok

Tarian Rejang Khas Bali

Tari Rejang | Tarian Tradisional Bali

Tari Rejang Bali
Tari Rejang adalah sebuah tarian kesenian khas rakyat Bali yang ditampilkan secara khusus untuk perempuan. Jadi buat para sobat-sobat laki-laki nampaknya tidak bisa nih untuk berlatih Tari Rejang ini, tapi jangan